Divisi Caving
Eksplore Penjajakan Luweng Ombo 2010
Perjalanan ini berawal dari ajakan Peter “Napi” salah seorang anak KAPAKATA mapala INSTIPER Jogjakarta yang akan melakukan Eksplore ke Luweng Ombo, Pacitan, Jawa Timur. Gayung pun bersambut, mimpi untuk melakukan perjalanan ke gua ter-dalam vertikal di pulau Jawa akhirnya bisa juga menjadi kenyataan. Setelah rembukan dengan anak-anak divisi Caving MAKUPELLA akhirnya didapat keputusan yang akan berangkat adalah Maman “Tumang” Suryaman (Kadiv Caving) didampingi Yul “Wowok” Adi Suprapto (085MKPL). Yang kemudian kami sebut sebagai Tim Eksplore Penjajakan Luweng Ombo 2010.
Persiapan pun dilakukan, satu minggu waktu yang tersisa di isi penuh dengan latihan, refresh materi, sharing dan cheklist perlengkapan. Walaupun dirasa masih kurang dalam persiapan akhirnya hari pemberangkatan pun tiba. Tanggal 05 maret 2010 dengan kendaraan motor yang sudah dimodifikasi untuk membawa perlengkapan satu carier, dua daypack, satu tackle bag dengan berat total peralatan ±50kg. Hampir berbarengan dengan itu pemberangkatan Tim Pengembaraan Divisi ORAD IX ke sungai Bogowonto Purworejo, Jawa Tengah juga akan dilakukan. Jam 18.30 kami pun berangkat dilepas oleh teman-teman MAKUPELLA dengan harapan kembali dengan selamat dan membawa kisah-kisah baru untuk MAKUPELLA dan teman-teman tercinta.
Kisah berawal,
Day 1
Belum juga genap satu jam perjalanan, di daerah Patuk, Gunung Kidul ban motor yang kami kendarai bocor. Padahal anak KAPAKATA telah berangkat terlebih dahulu. Mau tak mau setengah jam terbuang percuma untuk nambal ban. Setelah beres, perjalanan pun kami lanjutkan kembali menembus gelapnya malam. Sepanjang perjalanan menuju Pacitan melewati jalur lintas Selatan, seakan tak ada habisnya kiri dan kanan perjalanan kami disuguhi oleh gelapnya hamparan hutan jati dan batuan karst yang dipantuli cahaya bulan separuh. Tak terasa jam 23.05 kami pun memasuki Gapura besar Pacitan yang menandakan kami telah dekat ke tujuan. Tapi permasalahan baru muncul, anak KAPAKATA yang rencananya menunggu di Gapura Pacitan tak kelihatan batang hidung nya. SMS dan telpon juga tak ada satu pun yang masuk. Tengah malam di kota orang tanpa tahu jalan dan kebingungan.
Tapi dimana ada kemauan pasti selalu ada jalan, kami kemudian menuju pos Polisi. Setelah menceritakan tujuan dan maksud kami, pak Polisi yang baik hati, ramah dan tidak sombong memberi ancer-ancer arah menuju Luweng Ombo.
Di jalan menuju luweng, kami masih sempatkan sekali lagi bertanya kepada penduduk lokal. “guanya deket jalan kok mas, sekitar lima kilo…” berpedoman dengan keterangan pak Polisi dan penduduk lokal tadi, kami lanjutkan perjalanan. Tapi lima kilo seperti cerita penduduk tadi kok masih belum juga nyampe? lihat dari speedometer motor, perjalanan yang kami tempuh ternyata sudah lebih dari sepuluh kilometer. Dengan segala pertimbangan walaupun ragu kami tetap mengikuti jalur tersebut. Akhirnya tak jauh dari sana kami mulai melihat 2 tenda doome yang kemungkinan adalah tujuan kami. Catatan yang dapat kami ambil adalah: Selalu bawa peta dan Konversikan jarak kalau sampai Pacitan, karena 15 km sebenarnya adalah 5 km di Pacitan. 🙂
Bersalaman dengan anak KAPAKATA, kemudian kami pun istirahat untuk mengumpulkan stamina esok hari.
Day 2
Anak KAPAKATA terdiri dari 9 orang atlet (Peter, Pitik, Baba, Nanda, Nimrod, Tekle, Fajri, Tuban, Steve) dan 5 orang tim pendukung ditambah kami 1 orang atlet (Maman Tumang) dan 1 orang tim pendukung (Yul Wowok). Setelah sarapan prasmanan atlet pun mempersiapkan alat dan pemanasan untuk persiapan turun gua. Briefing dengan hasil perkiraan kedalaman gua 120 meter, alat yang di miliki terdiri dari 150 meter kernmantel KAPAKATA dan 150 meter kernmantel MAKUPELLA. Kemudian diambil keputusan di buat dua lintasan, lintasan pertama rigging man nya adalah Peter (KPKT) dengan asisten rigging Teklek dan lintasan kedua dengan rigging man Maman Tumang (MKPL) dengan asisten Tuban.
Setelah semua persiapan, jam 07.00 rigging man pun mulai membuat lintasan untuk turun. Setengah jam waktu dihabiskan untuk rigging, kemudian rigging man mulai turun untuk mencoba lintasan yang di buat. Memastikan keamananan lintasan untuk atlet lain yang turun.
Bergantung di seutas tali sebesar kelingking dengan ketinggian 120 meter menuju perut bumi, nyawa terkait dengan sebuah kait berbentuk cincin besar, rasa takut bercampur mual mulai menjalar. Bisikan-bisikan menyuruh “lompat” terus berngiang di kepala. Tapi justru ini sensasinya, tetap berpegang pada logika dan akal sehat untuk melawan rasa takut akan mistis demi menantang gravitasi menembus gelap abadi perut bumi. Perlahan tapi pasti descender sebagai alat turun di kendorkan dan kemudian dikunci kembali, sambil selalu memastikan tidak ada friksi antara tali dengan batuan. Setiap 5-10 meter kami berhenti, mendinginkan panas pada descender agar tak berlebihan yang berakibat dapat membakar dan memutuskan tali. Benar ternyata, gemblengan latihan-latihan, simulasi, dan sharing materi bermanfaat pada saat-saat seperti ini. Saat-saat dimana dituntut tidak boleh ada kesalahan sedikitpun yang dapat berakibat fatal pada nyawa kami. Satu jam menuruni tali setinggi Monas yang terasa lama akhirnya terlewati, kami sampai diperut bumi Luweng Ombo Pacitan. Setelah melepas tali dari badan, tak lupa ku sempatkan mengucap sukur.
Kemudian bergantian satu persatu, atlet yang lain mulai menyusul menuruni lintasan yang sama. Dari dasar luweng mereka terlihat hanya seperti semut yang merayap turun di benang.
Ternyata didasar Luweng Ombo, terdapat 2 gua horizontal yang kami identifikasi. Kemudian leader mengambil jalur ke gua yang terdapat disebelah kanan. Gua ini ternyata juga memiliki sungai bawah tanah yang merupakan kebanyakan karakter dari gua-gua di jajaran pegunungan seribu yang membentang sepanjang selatan pulau jawa mulai dari Jawa Tengah sampai Jawa Timur. Dari bentukan luweng, kami ambil kesimpulan awal bahwa gua ini terbentuk dari kikisan sungai bawah tanah pada perut bumi yang mengakibatkan rapuhnya lapisan batuan kapur dan kemudian mengalami runtuhan. Dari catatan kami, didasar gua ini ternyata tidak ada pepohonan besar, rata-rata hanya setinggi badan. Pohon salak, talas, jelatang kemudian diselingi oleh rumput-rumputan. Entah dipengaruhi sulitnya cahaya matahari menembus dasar atau faktor lain, dan itu perlu kajian ilmiah yang lebih jauh. Didasar luweng kami juga menemukan beberapa spesies ular, kalajengking, kaki seribu dan sebangsa siput dan hewan-hewan kecil lain yang melihat fisiknya adalah “tamu” didasar gua yang kemungkinan jatuh dari atas dan berusaha bertahan dan beradaptasi dengan lingkungan gua.
Gua yang dijalur kanan kami turuni berjalan dengan kemiringan 45°, lebih kurang 200 meter berjalan masih dalam zona senja akhirnya dihadapan kami terbentang lagi jurang, terdengar gemericik air sungai. Dengan pertimbangan alat-alat yang tidak mencukupi untuk melanjutkan perjalanan kami pun mengakhiri perjalanan di Luweng Ombo. Tidak lupa mengambil dokumentasi dan mencatat data-data fisik di dasar luweng yang untuk kemudian akan dijadikan sebagai data-data untuk MAKUPELLA, untuk pertanggungjawaban kami terhadap organisasi dan teman-teman anggota yang lain. Sekaligus melunasi “hutang masa lalu” MAKUPELLA saat TWKM ke 20 di Luweng Ombo.
Satu persatu, kami pun menaiki lintasan untuk kembali ke atas dimana teman-teman pendamping yang lain menunggu dengan harap-harap cemas. Lagi-lagi bergantung naik pada seutas tali sebesar kelingking, berpacu dengan adrenalin dan fisik serta mental melawan gravitasi. Mengalami sensasi rasa takut akan kematian baru kita bisa mensyukuri hidup dan mengagumi kebesaranNya.
Selamat tinggal Luweng Ombo, kita akan jumpa lagi nanti, pasti…
Demi keberanian dan rasa takut
Untuk semangat-semangat muda membara
Tim Eksplore Penjajakan Luweng Ombo 2010
Atlet : Maman “Tumang” Suryaman (Kadiv Caving)
Pendukung : Yul “Wowok” Andi Suprapto (085 MKPL)
Penulis : Mario (025 MKPL)
Spirit…………..!!!!!!!!!!! 🙂
Walaupun sudah lama….. tapi mudah-mudahan numbuhin semangat kegiatan yang lebih gila & extreme lge dech….. Tetap semangat MAKUPEELA…… go adventure…….